Tanjungpinang, edisiana.com – Pejabat Sementara (Pjs) Gubernur Kepri, Bahtiar Baharudin melakukan lobi ke Kedutaan Besar (Dubes) Malaysia di Jakarta, Senin, 2 November 2020. Orang nomor satu di Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau itu berharap Malaysia membuka kembali akses antar negara.
Di Jakarta, Bahtiar Baharuddin bertemu dengan Dubes Malaysia, Datuk Zainal Abu Bakar. “Provinsi Kepri berbatasan dengan Malaysia dan Singapura, disebabkan pandemi Covid-19 hubungan sosial dan budaya negara menjadi terganggu,” ujar Bahtiar seperti dalam rilisnya kepada media.
Dijelaskannya, tugasnya sebagai Pjs Gubernur adalah menyampaikan aspirasi masyarakat Provinsi Kepri. Karena antara Provinsi Kepri dengan Malaysia masih serumpun dan masyarakatnya memiliki hubungan kekerabatan pertalian darah.
Lantaran ditutupnya akses antar negara, menyebabkan hubungan keluarga menjadi terkendala. Pihaknya menyampaikan apresiatif ke Kementerian Luar Negeri (Kemenlun) yang sudah memfasilitasi pertemuan itu.
“Bagaimana kedepannya perlu perhatian dari Pemerintah Negara Malaysia, karena pandemi ini menyebabkan sosial budaya menjadi terputus,” jelasnya.
Kepulauan Riau Indonesia, Johor Malaysia dan Singapura adalah satu kawasan yang tersambung berbatasan langsung dan saling interaksi secara ekonomi, sosial dan budaya. Hanya beda pulau dan beda negara.
Ibaratnya seperti Depok wilayah Provinsi Jabar, Tangerang Selatan Wilayah Prov Banten dan Jaksel Wilayah Provinsi DKI. Ketiga daerah tersebut akan sangat bermasalah jika ditutup aksesnya. Bedanya ini adalah pulau-pulau yang didiami penduduk dengan negara yang berbeda.
Pejabat aktif sebagai Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tersebut memaparkan, banyak masyarakat Kepri yang memiliki keluarga di Johor Bahru, Malaysia.
Adapun kebiasaannya, pergi pagi pulang sore. Begitu juga bagi masyarakat yang berobat, bekerja di tangjung pinang dan sekolah ke Johor Bahru, yang biasanya bisa pergi pagi pulang sore.
Sebagai contoh melalui pelabuhan Sri Bintang Pura Kota Tanjung Pinang Kepri biasanya rata-rata 1.500 sampai dengan 2.000 orang tiap hari lalu lalang ke Johor Bahru, dari pelabuhan lain juga sangat banyak.
Hubungan interaksi antar masyarakat antar pulau tersebut sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu.
Kerajaan Johor jaman dahulu dipimpin Sultan disebut Yang Dipertuan Besar (semacam Presiden, konteks) sedangkan Yang Dipertuan Muda (semacam Perdana Menteri, dalam konteks sekarang) bekedudukan di Istana Kota Piring di Hulu Sungai Cerang.
Dan Istana di Pulau Penyengat, mulai dari Yang Dipertuan Muda Pertama Daeng Marewa 1721-1728, Yang Dipertuan Muda II Daeng Chelak 1728 – 1745, Yang Dipertuan Muda III Daeng Kamboja 1745 – 1777, Yang Dipertuan Muda IV Raja Haji Fisabilillah, Yang Dipertuan Muda V Raja Ali Haji dan seterusnya.
Jadi hubungan sosial budaya tersebut berlangsung berabad-abad yang lalu. Namun sudah delapan bulan ini, kebiasaan-kebiasaan seakan berhenti dan hilang.
Artinya bukan hanya persoalan ekonomi, tetapi interaksi sosial budaya juga menjadi sangat terganggu. Kerinduan masyarakat Kepri dan masyarakat Johot Bahru pasti sangat tinggi.
“Maka dari itu, kepada Pak Dubes Malaysia, Datuk Zainal Abu Bakar kami sampaikan aspirasi masyarakat Kepulauan Riau. Kita berharap ada diskresi atau pengecualiaan untuk membuka daerah perbatasan (Malaysia-Kepri), tentunya dengan protokol kesehatan Covid-19 yang disepakati,” harap Bahtiar.
Menyikapi harapan tersebut, Bahtiar mengundang khusus Dubes Malaysia di Indonesia dan Pejabat Kemenlu RI untuk bertandang ke Provinsi Kepri beberapa waktu kedepan.
Sehingga bisa melihat langsung situasi Provinsi Kepri saat ini. Ia juga menyampaikan ucapan terima kasih, karena sudah mendapatkan respon yang sangat baik dari pihak Dubes Malaysia.
“Apabila diperlukan bisa turun bersama dengan Satgas Covid-19 tingkat pusat ke Kepri. Sehingga bisa mendengarkan aspirasi masyarakat Kepri secara langsung,” tutup Bahtiar.(maq)